BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Recent

Bookmark

Fitness Challenge 2025 – Siapkan Tubuhmu untuk Tahun Ini!

Penalaut.com
- Namaku Nashrul Mu’minin. Tahun 2025 baru saja dimulai, dan tubuhku rasanya masih terjebak dalam kebiasaan tahun-tahun sebelumnya—rebahan, ngopi manis dua kali sehari, dan lari dari komitmen olahraga yang kutulis di resolusi tiap tahun. Tapi kali ini berbeda. Entah karena usia yang mulai mendekati kepala tiga, atau mungkin karena cermin di kamar sudah mulai mengejekku dengan bayangan perut yang tak lagi rata.

Segalanya bermula dari sebuah notifikasi di ponselku: “Fitness Challenge 2025 – Siapkan Tubuhmu untuk Tahun Ini!” Aku mengekliknya tanpa pikir panjang. Mungkin hanya iseng, mungkin juga karena aku sedang muak dengan rasa lelah yang datang bahkan hanya karena menaiki tiga anak tangga.

Challenge itu diselenggarakan oleh komunitas kebugaran lokal. Programnya berlangsung selama 30 hari: kombinasi antara workout harian, meal plan sederhana, dan check-in mingguan. Bonusnya? Sertifikat dan hadiah menarik. Tapi aku tidak peduli pada hadiah itu. Yang kupikirkan hanya satu: bagaimana rasanya bisa bangun tanpa punggung sakit, atau berlari kecil tanpa merasa seperti sekarat?

Hari pertama dimulai dengan plank 30 detik dan wall sit satu menit. Kedengarannya mudah, tapi aku tergeletak setelah 15 detik plank dan menggigil saat wall sit bahkan belum separuh waktu. Aku menatap timer di layar ponsel dan berkata dalam hati, “Ini gak bakal berhasil.” Tapi aku tak berhenti.

Hari keempat, tubuhku mulai protes keras. Paha pegal, lengan nyeri, bahkan tertawa saja terasa menyiksa karena otot perut sedang dihajar. Namun ada sesuatu yang membuatku bertahan—entah dorongan apa, tapi rasanya menyenangkan bisa merasa hidup. Tiap tetes keringat seperti membakar masa lalu yang malas.

Di hari kesepuluh, aku mulai mengganti makan malam dengan buah dan air putih. Teman-temanku mencibir, "Bro, kita kan cuma hidup sekali. Ngapain repot-repot?" Tapi aku tahu, aku sudah terlalu lama hidup seperti zombi—mengunyah tanpa peduli, duduk terlalu lama, dan tidur larut demi scroll media sosial.

Puncaknya datang saat hari ke-15. Kami diajak lari bersama di taman kota. Awalnya aku merasa canggung. Melihat orang-orang yang tubuhnya lebih proporsional, bajunya lebih fit, dan langkahnya lebih cepat, aku hampir mundur. Tapi ketika pelatih memekik, “Ini bukan tentang siapa yang tercepat, tapi siapa yang bertahan sampai akhir,” aku memutuskan untuk melangkah. Aku berlari. Pelan. Tapi tak berhenti. Keringat membasahi kaos lusuhku, napas terengah, tapi ada senyum kecil di ujung bibirku. Aku merasa kuat. Aku merasa hidup.

Hari ke-23 aku mulai melihat perubahannya. Celana jins yang sempit kini longgar. Tidurku lebih nyenyak, dan yang paling penting—aku mulai bangga dengan tubuhku. Bukan karena otot atau angka di timbangan, tapi karena aku tahu, aku berjuang untuk diriku sendiri.

Hari ke-30 datang seperti mimpi. Kami berkumpul di aula komunitas, saling memeluk, dan tertawa. Pelatih membagikan sertifikat, tapi aku tahu pencapaianku jauh lebih besar dari sekadar kertas. Ini adalah awal dari diriku yang baru.

Kini, aku masih bangun pagi, melakukan push-up, dan berlari seminggu dua kali. Tak lagi karena challenge, tapi karena aku mencintai diriku yang baru. Nashrul Mu’minin, si pemalas olahraga itu, telah menjelma menjadi Nashrul Mu’minin yang kuat, yang tangguh, dan yang tahu bagaimana cara menghargai tubuh yang telah menemaninya sepanjang hidup.


Oleh: Nashrul Mu'minin 
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak