Namun di balik spanduk-spanduk kebersamaan itu, kenyataan yang muncul justru lebih menyerupai pementasan konsolidasi kekuasaan ketimbang forum demokratis. Penunjukan langsung Presidium Nasional oleh PBNU tanpa melalui mekanisme pemilihan suara menjadi bukti bahwa dalam dunia aktivisme mahasiswa yang mestinya merdeka, kini semakin terasa aroma birokrasi ormas yang top down dan steril dari suara kritis.
Tentu saja, langkah tersebut dibungkus rapi dengan dalih "penyatuan pasca konflik". Tapi seperti kata "Robert A. Dahl (1998)", demokrasi bukanlah tentang kecepatan menyelesaikan masalah, tapi tentang bagaimana semua orang dilibatkan dalam prosesnya. Maka ketika keputusan penting seperti ini dijatuhkan dari atas tanpa musyawarah, kita patut bertanya "ini kongres atau komando?"
Kegelisahan pun muncul, terutama dari delegasi Jawa Timur, yang merasa bahwa persatuan semacam ini tidak lahir dari rekonsiliasi sehat, tapi dari "rekayasa simbolik". Sebagaimana diulas oleh "Samuel Huntington dan Joan Nelson (1976)", partisipasi yang dihilangkan demi stabilitas politik hanya akan menghasilkan “ketenangan palsu” di permukaan tampak tenang, tapi di dalamnya penuh luka yang tak sembuh.
Gerakan mahasiswa yang ideal seperti ditegaskan "George Katsiaficas (1987)" adalah gerakan yang tumbuh dari bawah, dari nalar kritis dan keberanian bersuara. Ketika PBNU masuk terlalu jauh ke ranah kemahasiswaan dan menentukan arah tanpa dialog terbuka, maka batas antara otoritas keulamaan dan otonomi gerakan intelektual menjadi kabur. Mahasiswa pun berubah dari penggerak perubahan menjadi penonton acara yang sudah diskenariokan.
"Darmaningtyas (1999)" bahkan mengingatkan bahwa pendidikan adalah proses emansipasi. Tapi apa yang bisa dimerdekakan jika bahkan ruang demokrasi internal pun telah dikebiri?. Penunjukan semacam ini bukan hanya mencederai semangat demokrasi kampus, tetapi juga mengajari mahasiswa untuk patuh tanpa proses berpikir kritis.
Jika BEM PTNU ingin sungguh menjadi penggerak kualitas pendidikan dan kemandirian umat, maka langkah pertamanya adalah membebaskan dirinya dari "stabilitas ala ormas" yang sejatinya hanyalah "pengabaian terhadap partisipasi dan otonomi, di AD/ART BAB V mencantumkan tentan HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA pasal 5 poin 1 yaitu mengeluarkan pikiran dan pendapat secara lisan maupun tulisan dalam setiap kegiatan dengan baik dan benar serta tanggung jawab, dari hal tersebut sudah jelas yang seharusnya stiap delegasi dari BEM atau DEMA dari seluruh kampus-kampus se-INDONESIA, dalam hal tersebut KONGRES Ke-VIII BEM PTNU SE-NUSANTARA yang di selenggarakan di Unuja Probolinggo, Jawa Timur mencederai nilai-nilai Demokrasi, Karena demokrasi yang sehat tidak dibangun di atas ketakutan konflik, tetapi atas keberanian mendengar suara yang berbeda.
Coretan ini menyoroti praktik anti demokratis dalam Kongres VIII BEM PTNU yang ditandai dengan penunjukan langsung Presidium Nasional oleh PBNU tanpa melalui proses pemilihan terbuka. Langkah ini mencederai semangat demokrasi dan mengabaikan otonomi gerakan mahasiswa, mengubah ruang partisipatif menjadi ajang konsolidasi kekuasaan ala ormas.
Dalam konteks demokrasi, Robert A. Dahl menekankan pentingnya partisipasi efektif dan kontrol atas agenda sebagai pilar demokrasi substantif. Penunjukan sepihak bertentangan dengan prinsip ini dan lebih mencerminkan stabilitas semu, sebagaimana dikritik oleh Samuel Huntington yang menyebut bahwa "stabilitas tanpa partisipasi melahirkan otoritarianisme terselubung". Darmaningtyas, aktivis pendidikan, juga mengingatkan bahwa "pendidikan yang meminggirkan kebebasan berpikir akan menghasilkan manusia-manusia yang patuh tapi tidak kritis" persis seperti yang kini dikhawatirkan dari mahasiswa dalam struktur BEM PTNU saat ini.
Dalam konteks pemikiran Indonesia dan keislaman, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), seorang tokoh NU sekaligus Presiden RI, sangat menekankan pentingnya kebebasan berorganisasi dan otonomi dalam tubuh masyarakat sipil. Dalam banyak tulisannya, Gus Dur menyebut bahwa “Islam datang untuk membebaskan, bukan mengekang,” dan bahwa demokrasi merupakan jalan untuk memperkuat peran masyarakat dalam mengontrol kekuasaan. Penunjukan sepihak atas nama stabilitas organisasi justru bertentangan dengan prinsip ijtihad sosial yang selama ini didorong oleh Gus Dur, di mana masyarakat termasuk mahasiswa didorong untuk berpikir mandiri dan kritis dalam menentukan masa depannya.
Senada dengan itu, KH. Saifuddin Zuhri, mantan Menteri Agama dan tokoh NU, menulis dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren bahwa “pemuda Islam harus menjadi pelopor, bukan pengikut yang hanya tahu diperintah.” Ini menegaskan bahwa mahasiswa sebagai bagian dari pemuda Islam seharusnya menjadi agen perubahan, bukan sekadar objek dari keputusan elite struktural.
Lebih jauh, KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU, dalam Adabul ‘Alim wal Muta’allim, menekankan pentingnya adab dan independensi dalam menuntut ilmu. Jika mahasiswa sebagai pelajar justru kehilangan haknya untuk bersuara dan menentukan arah organisasinya, maka hilang pula roh perjuangan ilmiah dan sosial yang seharusnya mereka emban.
Dengan merujuk pada prinsip-prinsip ini, jelas bahwa stabilitas tanpa partisipasi hanyalah ketenangan semu yang membius mahasiswa dan menghilangkan fungsi kritis mereka. Jika BEM PTNU benar-benar ingin menjadi kekuatan yang mendorong kualitas pendidikan, keadaban publik, dan kemandirian umat, maka organisasi ini harus membebaskan diri dari kendali struktural yang menekan suara mahasiswa. Gerakan mahasiswa harus kembali menjadi ruang dialog terbuka, bukan perpanjangan tangan kekuasaan.
Oleh: Rifqy Izzul Wafa
Rujukan :
https://liputan9.id/kongres-viii-bem-ptnu-se-indonesia-resmi-dibuka-pbnu-serukan-persatuan-dan-penguatan-peran-mahasiswa-nu/
https://jombang.nu.or.id/nasional/kongres-viii-bem-ptnu-seruan-persatuan-dan-arah-juang-mahasiswa-nu-di-tengah-dinamika-zaman-Ha3bn
https://www.unuja.ac.id/bs/iahjecaddce.html
https://pelitanusantara.net/bem-ptnu-bersilaturahmi-dengan-pbnu-siap-sukseskan-kongres-viii-di-nurul-jadid-probolinggo/
https://nu.or.id/pustaka/menengok-isi-kitab-adab-al-alim-wal-muta-allim-karya-kh-hasyim-asy-ari-nT3ot
https://en.wikipedia.org/wiki/Saifuddin_Zuhri
https://www.nu.or.id/nasional/gagasan-penting-gus-dur-tentang-demokrasi-adalah-membentuk-kekuatan-masyarakat-sipil-eECUh
https://abpptsi.org/2019/01/revolusi-4-0-dan-pendidikan/
https://www.jstor.org/stable/2148386
https://newuniversityinexileconsortium.org/wp-content/uploads/2022/08/Robert-A.-Dahl-On-Democracy-1998-1.pdf
Rujukan :
https://liputan9.id/kongres-viii-bem-ptnu-se-indonesia-resmi-dibuka-pbnu-serukan-persatuan-dan-penguatan-peran-mahasiswa-nu/
https://jombang.nu.or.id/nasional/kongres-viii-bem-ptnu-seruan-persatuan-dan-arah-juang-mahasiswa-nu-di-tengah-dinamika-zaman-Ha3bn
https://www.unuja.ac.id/bs/iahjecaddce.html
https://pelitanusantara.net/bem-ptnu-bersilaturahmi-dengan-pbnu-siap-sukseskan-kongres-viii-di-nurul-jadid-probolinggo/
https://nu.or.id/pustaka/menengok-isi-kitab-adab-al-alim-wal-muta-allim-karya-kh-hasyim-asy-ari-nT3ot
https://en.wikipedia.org/wiki/Saifuddin_Zuhri
https://www.nu.or.id/nasional/gagasan-penting-gus-dur-tentang-demokrasi-adalah-membentuk-kekuatan-masyarakat-sipil-eECUh
https://abpptsi.org/2019/01/revolusi-4-0-dan-pendidikan/
https://www.jstor.org/stable/2148386
https://newuniversityinexileconsortium.org/wp-content/uploads/2022/08/Robert-A.-Dahl-On-Democracy-1998-1.pdf
Posting Komentar