BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Recent

Bookmark

Kembalinya Pemuda Desa: Harapan untuk Pembangunan, dan Perubahan

Penalaut.com
- Bagi saya, sebagai seorang pemuda yang lahir dan besar di Dusun Pardamean—Desa Tanjung Siram, Bilah Hulu, Labuhanbatu, Sumatera Utara—perjalanan hidup ini selalu mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang meraih gelar, tetapi tentang bagaimana ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar, terutama kampung halaman kita.

Namun, meskipun banyak pemuda desa yang telah menempuh pendidikan di kota, kenyataannya, banyak yang justru enggan kembali dan berkontribusi langsung dalam pembangunan desanya. Fenomena ini bukanlah hal baru, dan bisa kita temui di berbagai daerah di Labuhanbatu dan Tabagsel.

Mengapa hal ini terjadi? Salah satu penyebab utama, menurut saya, adalah kurangnya perhatian dan fasilitas yang memadai dari pemerintah setempat. Berbagai kegiatan kepemudaan (seperti Remaja Masjid atau Karang Taruna) dan program-program pemberdayaan masyarakat, yang seharusnya menjadi wadah bagi pemuda untuk berkontribusi langsung, justru sering kali tidak dikelola dengan baik. Padahal, jika kegiatan tersebut diorganisir dengan lebih baik, mereka bisa menjadi sarana yang efektif untuk mengurangi ketertinggalan pendidikan dan meningkatkan semangat pemuda untuk kembali ke desa.

Sebagai seseorang yang tumbuh dan besar di desa, saya merasakan betul tantangan ini. Meski daerah kami memiliki potensi yang luar biasa, baik dari segi sumber daya alam maupun semangat gotong royong masyarakatnya, namun perhatian terhadap pengembangan daerah kami masih sangat minim.

Di sekitar Dusun Pardamean, yang seyogyanya adalah wilayah yang mungkin belum dikenal oleh masyarakat luas dan meski terbilang kecil, dusun ini memiliki karakteristik dan potensi luar biasa. Tapi sayang, sejauh ini, belum banyak mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Kenyataannya, daerah-daerah ini sering kali terabaikan, terutama dalam hal pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kunjungan pejabat dari tingkat Desa, Kecamatan, bahkan Kabupaten ke daerah sekitar Dusun Pardamean sangat jarang terjadi. Hal ini menciptakan kesan bahwa wilayah kami meskipun dihuni oleh masyarakat yang penuh harapan dan bekerja keras terkesan terisolasi dari perhatian pembangunan.

Padahal, pemuda-pemudi yang telah menempuh pendidikan di kota, seharusnya bisa menjadi agen perubahan yang mendorong kemajuan di desa mereka. Sayangnya, tanpa adanya fasilitas dan perhatian yang memadai, banyak dari mereka yang memilih untuk menetap di kota atau bahkan memilih profesi yang tidak berhubungan dengan pengembangan desa.

Penting untuk dicatat, bahwa pembangunan tidak hanya berbicara tentang infrastruktur (fisik), tetapi juga pembangunan SDM yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, seharusnya program-program pemberdayaan pemuda dan kegiatan yang mendukung pengembangan keterampilan serta kewirausahaan menjadi fokus utama.

Pemerintah daerah harus mulai mengarahkan perhatian mereka kepada desa-desa terpencil. Tentu tidak hanya mengalokasikan anggaran untuk pembangunan fisik, tetapi juga dengan menyediakan pelatihan dan program pemberdayaan yang konkret. Sebab keterbatasan pendidikan, dan pengembangan sumber daya manusia, masih menjadi hambatan utama dalam meningkatkan perbaikan ekonomi.

Masyarakat desa, terutama di daerah-daerah seperti Dusun Pardamean, sangat bergantung pada sektor pertanian. Namun, apakah kita bisa terus mengandalkan cara-cara tradisional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Saya rasa, jawabannya tidak bisa hanya bergantung pada itu. Kita perlu memikirkan cara-cara modern yang dapat meningkatkan hasil pertanian dan membuka peluang usaha baru yang lebih berkelanjutan. Sebagai contoh, dengan memanfaatkan teknologi dan keterampilan yang dimiliki oleh pemuda desa yang telah mengenyam pendidikan tinggi, kita bisa mengembangkan usaha berbasis pertanian yang lebih efisien dan menguntungkan.

Salah satu contoh yang dapat dijadikan inspirasi adalah Koperasi Desa Merah Putih, yang didirikan dengan tujuan untuk memberdayakan UMKM dan sektor ekonomi lokal. Jika koperasi semacam ini dapat diperluas dan dikelola dengan baik, ia bisa menjadi pendorong ekonomi yang signifikan bagi desa-desa terpencil. 

Namun, untuk mencapai tujuan ini, pemerintah Kecamatan, Desa, hingga tingkat Dusun perlu lebih bersinergi dan memiliki komitmen yang lebih kuat terhadap pembangunan yang merata. Pemerintah daerah harus memperhatikan kebutuhan mendasar masyarakat desa, bukan hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga dalam hal peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan.

Pemuda desa yang telah memperoleh pendidikan tinggi seharusnya menjadi pionir perubahan yang membawa dampak positif bagi desanya. Mereka tidak hanya harus berperan sebagai tenaga kerja, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam proses pembangunan, baik dalam menciptakan lapangan kerja baru maupun dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Keberhasilan pembangunan desa tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar anggaran yang dialokasikan atau seberapa bagus infrastruktur yang dibangun, tetapi juga oleh semangat dan partisipasi aktif pemuda yang memiliki bekal pendidikan dan keterampilan yang relevan.

Tentu saja, kita perlu menyadari bahwa tidak ada solusi instan untuk masalah ini. Diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan pemuda untuk menciptakan perubahan yang nyata. Saya berharap, dengan dukungan yang tepat, pemuda-pemudi desa dapat menjadi motor penggerak perubahan yang membawa desa mereka menuju kemajuan yang lebih baik. 

Jika pemerintah Kabupaten dan pihak terkait dapat memberikan perhatian lebih kepada daerah-daerah terpencil dan mengimplementasikan program-program yang tepat, saya yakin bahwa pemuda desa, dengan semangat dan keterampilan yang mereka miliki, akan dapat berperan aktif dalam menciptakan kesejahteraan yang merata dan kemajuan yang berkelanjutan. (*)


Oleh: Sahnan Siregar, Alumni UIN Sumatera Utara
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak