BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Recent

Bookmark

Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah : Cahaya dari Padang Panjang

"Saya mau mendirikan sekolah khusus perempuan, khusus muslimah saja! Saya harus mulai dan saya yakin akan banyak pengorbanan dituntut dari diri saya. Jika Uwan bisa, kenapa saya, adiknya, tidak bisa? Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa?" (Rahmah El Yunusiyyah)


Penalaut.com - Dikutip dari laman web Wikipedia, Rahmah El Yunusiyyah adalah seorang reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia serta merupakan pendiri sekolah perempuan Islam pertama di Indonesia atau biasa disebut Diniyah Putri. Yang mana semakin berkembangnya zaman Diniyah Putri telah berkembang dari mulanya taman kanak-kanak hingga saat ini ada perguruan tinggi.
 
Di laman situs yang sama disebutkan juga bahwa Rahmah dilahirkan pada 29 Desember 1900 di Nagari Bukit Surungan Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia adalah anak bungsu dari pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah bin Imanuddin dan Rafia, ayahnya adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun. Ia bekerja sebagai qadi di Pandai Sikek, yang jaraknya 5 kilometer dari Padang Panjang. Istri Yunus, Rafia merupakan keturunan Haji Miskin, ulama pemimpin Perang Padri pada awal abad ke-19. 

Sejak kecil, Rahmah tumbuh dalam lingkungan yang sangat menghargai sebuah ilmu. Akan tetapi sebagai anak perempuan, ia melihat secara langsung bagaimana akses terhadap pendidikan saat itu begitu timpang antara laki-laki dan perempuan, sebab di zamannya, pendidikan untuk perempuan masih dianggap tabu sehingga adanya ketimpangan tersebut membangkitkan kesadarannya untuk membuat sebuah perubahan.

Di awal perjalanan masa mudanya, Rahmah sempat menikah dengan H. Usman Hakim. Namun, pernikahan itu tidak berlangsung lama karena sang suami wafat. Rahmah kemudian memilih untuk tidak menikah lagi dan lebih memfokuskan dirinya untuk berjuang di bidang pendidikan, terutama bagi perempuan.

Berbekal semangat belajar yang luar biasa, Rahmah menimba ilmu dari berbagai surau dan ulama setempat termasuk Rahmah sempat belajar di Diniyah School yang dipimpin kakaknya, Zainuddin Labay El Yunusy. Namun, pada saat itu Rahmah tidak puas oleh sistem pendidikan yang mencampuradukan antara pelajar putra dan putri dalam satu kelas, hingga saat itu Rahmah mencoba berinisiatif untuk mendirikan sebuah Diniyah khusus Putri yang ternyata didukung juga oleh kakaknya. Dengan adanya dukungan tersebut makin besarlah tekad Rahmah untuk mendirikan Diniyah Putri. Selain itu, Rahmah juga memiliki gagasan besar bahwa perempuan berhak mendapatkan pendidikan yang sama bukan hanya sebagai bekal menjadi istri atau ibu rumah tangga melainkan sebagai manusia merdeka yang berperan dalam masyarakat.
 
Pada tahun 1 November 1923, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Lil Banat atau yang biasa dikenal Diniyah Putri Padang Panjang. Diniyah Putri ini merupakan sekolah Islam formal pertama bagi perempuan di Indonesia. Di tengah proses perjuangannya dalam mendirikan madrasah banyak penolakan dan stigma terhadap perempuan terdidik namun ia tetap dengan gigih memperjuangkan pendidikan yang menyentuh sisi spiritual, intelektual, dan sosial perempuan. ditambah lagi sekolah tersebut tidak hanya mengajarkan fiqih atau membaca Al-Qur'an tetapi juga tata busana, kepemimpinan, kesehatan hingga pengetahuan umum.
 
Perjuangan Rahmah tidak hanya pada bidang pendidikan, tetapi ia juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia khususnya pada masa pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional. Ia mendirikan dapur umum dan organisasi perbekalan untuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Keberaniannya yang menolak tunduk pada penjajah membuatnya beberapa kali ditahan oleh Belanda. Begitu juga dengan peran aktivismenya yang menunjukkan bahwa peran perempuan dalam perjuangan tidak kalah penting dengan laki-laki.
 
Pada tahun 1955, ia terpilih sebagai anggota Konstituante Republik Indonesia dari Partai Masyumi dan menjadi salah satu perempuan pertama di lembaga legislatif nasional. Di tahun yang sama, Imam Besar Al-Azhar Abdurrahman Taj, yang pada saat itu sedang berkunjung ke Indonesia kemudian melihat eksistensi pendidikan di Diniyah Putri lalu menginspirasi beliau di Universitas Al-Azhar untuk membuka Kulliyatul Banat, fakultas yang dikhususkan untuk perempuan. 

Kemudian pada tahun 1957, Rahmah secara resmi mendapat gelar “Syeikhah” dari Universitas Al-Azhar, yang belum pernah diberikan sebelumnya. Di Indonesia, pemerintah menganugerahkannya tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana secara anumerta pada 13 Agustus 2013. Hingga sampai pada akhir perjuangannya, Rahmah pun wafat pada 26 Februari 1969 di kampung halamannya, Padang Panjang dan dimakamkan di kompleks Diniyah Putri. Meski kini ia telah tiada, sekolah yang ia dirikan tetap eksis dan menjadi simbol keberhasilan perjuangan perempuan dalam aspek pendidikan.

Rahmah bukanlah sekedar perempuan biasa, ia adalah representasi dari Islam yang mencerdaskan dan memuliakan perempuan, ia juga tidak membenturkan agama dengan modernitas yang ada tetapi merangkul keduanya. Dan, warisannya bukan hanya sekedar pada institusi yang ia bangun tetapi juga pada gagasan bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban untuk belajar, berpikir dan berkontribusi bagi bangsa. Dalam pandangan Rahmah, perempuan yang terdidik bukanlah ancaman, melainkan aset berharga bagi bangsa dan umat.


Oleh: Natalia Putri Anjar S.

Referensi:
Wikipedia. Rahmah El Yunusiyah.
Kompas.com. Rahmah El Yunusiyah, Tokoh Emansipasi Wanita dari Padang Panjang, 4 Juli 2023.
Kemenag.go.id. Mengenang Rahmah El Yunusiyyah, Penggerak Kesetaraan Pendidikan Perempuan.
Jasmi, Khairul. Perempuan yang Mendahului Zaman: Sebuah Novel Biografi Syekhah Rahmah El Yunusiyyah. Jakarta: Republika Penerbit, 2020.
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak