BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Recent

Bookmark

Selayang Pandang Transformasi Kurikulum Di Indonesia Dari Tahun Ke Tahun

Kurikulum 1974

Tipe belajar yang mengasyikkan memang menjadi hal yang di inginkan oleh kalangan pendidik dan peserta didik. Hal tersebut bisa saja menjadi sarana alternatif yang tidak membosankan dalam menyampaikan materi yang diajarkan. Sejak 1947 silam hingga tahun 2025 pergantian kurikulum selalu di harapkan menjadi terobosan penting untuk peningkatan mutu pendidikan. 

Menilik dari laman detik.com terbitan 01/11/2024 pergantian kurikulum di Indonesia diawali pada tahun 1947, dengan nama kurikulum 1947. Basic dari kurikulum ini meliputi pembentukan karakter atau watak dan penguatan jiwa nasionalisme. Tidak ditekankan pada pendidikan pikiran/scientific akan tetapi lebih berfokus pada pendidikan karakter, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materinya pun diambil dari kejadian sehari-hari serta perhatian penuh terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Dalam bentuknya rancana ini memuat dua pokok utama, yaitu: (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajaranya (2) garis-garis besar pengajaran.

Rancana Pelajaran Terurai 1952

Pergantian kurikulum ini tidak mandek dari kurikulum 1947 akan tetapi pergantian kurikulum ini ber-transformasi menjadi kurikulum 1952 atau ‘’rencana pelajaran terurai 1952’’ dasar dari kurikulum ini berpusat pada fokusnya guru dalam satu jenis pelajaran dengan tujuan agar penyampaian materi bisa tersampaikan dengan kompetensi guru yang sesuai dengan mata pelajaran yang di mampu. Dari kurikulum inilah karakter-karakter pembelajaran peninggalan kolonial mulai di hilangkan dari sistem pembelajaran kita. 

Tidak berhenti dari dua kurikulum yang dibahas di awal, pergantian kurikulum masih terus berlanjut, untuk mendapatkan alur pembelajaran yang terstruktur dan sesuai dengan demografi bangsa Indonesia.

Rencana Pendidikan 1964

Atas dua kurikulum tersebut muncul kurikulum anyar, yakni kurikulum 1964 (rencana pendidikan 1964). Hadirnya kurikulum ini ber-dalih atas penyempurnaan kurikulum –kurikulum sebelumnya yang dinilai terdapat bercak-bercak kolonialis. Perbedaanya terlihat dari karakter rancana ini yaitu menekankan pada pengetahuan dan kegiatan yang bersifat fungsional dan praktis. Lebih gampangnya, bisa di samakan dengan kegiatan ekstrakulikuler sekolah pada saat ini. 

Rencana ini hadir oleh keinginan pemerintah pada waktu itu guna memberikan penguatan akademik kepada masyarakat pada jenjang sekolah dasar,rancana ini dikenal dengan istilah pancawardhana yang terfokus pada lima aspek pengembangan mulai dari aspek moral, kecerdasan, emosional/artistic, keterampilan (keprigelan) dan jasmani.

Kurikulum 1968

Dilanjutkan dengan kurikulum baru yang bisa kita namakan kurikulum 1968, sebagai pengganti kurikulum 1964 yang berbau politis yang di analisir sebagai produk peninggalan orde lama. Kurikulum ini ditekankan pada penguatan personal morality dalam upaya membentuk manusia yang pancasilais atau pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, peningkatan kecerdasan dan keterampilan moral, budi pekerti dan keyakinan beragama.

Kurikulum ini merubah struktur konsep rencana sebelumnya (pancawardhana) menjadi pembinaan pancasila, pengetahuan dasar ,dan kecakapan khusus dan pada struktur rancana ini nilai-nilai agama mulai diintregasikan dan diinternalisasikan. Nuansa pada rancana ini mencakup pengorganisiran tahapan pendidikan sesuai dengan jenjang –jenjang pendidikan yang diarahakan pada peningkatan mutu sumber pengetahuan.

Kurikulum 1975

Berangkat dari niat pembaruan kurikulum yang bertujuan agar pembelajaran lebih efektif dan efisien maka terbit kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 1975. Kurikulum ini berpusat pada pemataan materi, metode, dan tujuan pengajaran. 

Dalam Prosedur Pengembangan Sistem Itntruksional (PPSI) lebih mudah disebut “satuan pelajaran” akan tetapi rancana ini menuai kritik oleh pendidik masa itu yang disebabkan sibuknya pendidik menyusun tujuan pada setiap pembelajaran. Kritik dari pendidik masa itu pada kurikulum 1975 yang dilatar belakangi pada tingkat kemalasan guru dalam menyusun tujuan pembelajaran pada setiap materi yang akan diajarkan membuat sebuah revisi kurikulum, yakni kurikulum 1984 sebutan lawasnya yaitu kurikulum 1975 yang disempurnakan. 

Kurikulum ini mendapatkan sambutan baik selain itu program yang ditawarkan sangat menarik istilah program tersebut adalah CBSA (cara belajar siswa aktif) program ini mengarah pada posisi siswa menjadi subjek belajar dengan proses pembelajaran yang melibatkan pengamatan, diskusi, hingga melaporkan tugas yang diberi oleh guru atau pendidik.

CBSA sangat layak digunakan dengan dasar presentase sekolah yang menerapkan menorehkan hasil yang baik, akan tetapi setiap kelebihan terdapat kekurangan dalam keberlangsungan kurikulum. Banyak sekolah yang belum siap dalam pengimplementasian kurikulum ini sehingga nuansa diskusi dengan harapan dapat meningkatnya kognitif siswa malah menjadi gaduh dan tidak terfokus pada tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Kurikulum 1994

Pada masanya, Kurikulum 1994 hadir sebagai sebuah upaya ambisius untuk mengintegrasikan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Niatnya mulia, yaitu menciptakan sebuah kerangka pendidikan yang lebih komprehensif. Namun, sayangnya, perpaduan antara tujuan ideal dan implementasi di lapangan belum sepenuhnya berhasil.

Kurikulum ini kemudian menghadapi berbagai kritik, salah satunya adalah beban belajar siswa yang dinilai terlalu berat. Materi yang disajikan begitu padat, mencakup muatan nasional yang standar hingga muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing daerah, seperti bahasa daerah, kesenian, atau keterampilan lokal. Ditambah lagi, berbagai kelompok masyarakat turut mendesak agar isu-isu tertentu dapat diakomodasi dalam kurikulum, menjadikan Kurikulum 1994 ini menjelma menjadi sebuah kurikulum yang sangat syarat materi.

Suplemen Kurikulum 1999

Pasca-reformasi pada tahun 1998, dengan jatuhnya rezim Orde Baru, muncullah Suplemen Kurikulum 1999. Namun, perubahan yang dibawa oleh suplemen ini lebih bersifat tambal sulam, yaitu penambahan sejumlah materi pelajaran tanpa perubahan mendasar pada struktur atau filosofi kurikulum secara keseluruhan.

Kurikulum 2004: Era Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sebagai respons terhadap tantangan Kurikulum 1994, pemerintah kemudian memperkenalkan Kurikulum 2004, yang lebih dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK ini membawa pendekatan baru dalam dunia pendidikan, dengan berlandaskan pada tiga unsur pokok yang saling berkaitan: 

(1) Pemilihan kompetensi yang sesuai: Fokus pada penentuan kemampuan atau keterampilan esensial yang harus dikuasai siswa.

(2)Spesifikasi indikator evaluasi: Adanya tolok ukur yang jelas untuk menilai sejauh mana keberhasilan pencapaian kompetensi tersebut.

(3)Pengembangan pembelajaran: Perancangan metode dan strategi mengajar yang efektif untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi.

KBK memiliki ciri-ciri utama yang membedakannya dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individu maupun klasikal. Orientasinya beralih ke hasil belajar (learning outcomes), bukan sekadar transfer materi. Selain itu, KBK juga mengakomodasi keberagaman dalam proses belajar siswa, serta mendorong penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran yang lebih variatif dan relevan.

Salah satu aspek menarik dari Kurikulum 2004 atau KBK adalah penekanannya pada variasi sumber belajar. Di era ini, pembelajaran tidak lagi hanya bergantung pada guru sebagai satu-satunya penyalur ilmu. Sebaliknya, sumber belajar diperluas ke berbagai elemen lain yang memenuhi unsur edukatif. Ini berarti siswa didorong untuk belajar dari berbagai media, lingkungan, atau bahkan pengalaman langsung, asalkan semuanya mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Penilaian dalam KBK juga mengalami pergeseran fokus, lebih menekankan pada proses dan hasil belajar sebagai upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Jadi, bukan cuma nilai akhir, tapi bagaimana siswa berproses untuk menguasai keterampilan atau pengetahuan tertentu. Struktur kompetensi dasar dalam KBK ini dirinci sangat detail, dibagi per aspek, kelas, dan semester. Setiap mata pelajaran, baik keterampilan maupun pengetahuannya, disusun berdasarkan aspek-aspek mata pelajaran tersebut. 

Untuk setiap aspek dalam rumpun pelajaran di setiap level, ada yang namanya pernyataan hasil belajar. Ini adalah jawaban dari pertanyaan krusial: "Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?" Hasil belajar ini mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum, biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur melalui berbagai teknik penilaian. Lebih lanjut, setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan penting berikutnya.

Kurikulum 2006

Meskipun KBK masih dalam tahap uji coba terbatas, pada awal tahun 2006, uji coba tersebut dihentikan. Kemudian, dengan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 24 Tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi kurikulum, serta Permen Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah Kurikulum 2006 yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 

Pada dasarnya, KTSP memiliki banyak kemiripan dengan Kurikulum 2004. Namun, perbedaan yang paling menonjol terletak pada aspek kewenangan dalam penyusunannya. KTSP mengacu pada semangat desentralisasi sistem pendidikan. Ini berarti, pemerintah pusat memang menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai kerangka acuan. Akan tetapi, sekolah, dalam hal ini para guru, dituntut untuk lebih mandiri. Mereka diharapkan mampu mengembangkan silabus dan instrumen penilaiannya sendiri, menyesuaikannya dengan kondisi dan kebutuhan spesifik sekolah serta daerah masing-masing.

Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran ini kemudian dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, tentu saja di bawah bimbingan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat. Ini memberikan fleksibilitas lebih bagi sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan konteks lokal.

Kurikulum 2013

Pemerintah terus melakukan evaluasi dan pemetaan, yang kemudian mengantarkan kita pada Kurikulum 2013. Kurikulum ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dan pengembangan dari konsep kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. 

Dalam Kurikulum 2013, kompetensi kembali dijadikan acuan dan pedoman utama bagi pelaksanaan pendidikan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan secara menyeluruh, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap, di seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi ini memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati langsung dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai kriteria keberhasilan yang jelas. Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum ini juga dirancang untuk mendukung pencapaian kompetensi secara holistik.

Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka menandai era baru dalam pendidikan Indonesia, fokus pada fleksibilitas dan adaptasi bagi siswa maupun guru. Ciri utamanya adalah penekanan pada materi esensial untuk pembelajaran yang lebih mendalam, pengembangan Profil Pelajar Pancasila (melalui proyek P5) untuk membentuk karakter, serta pembelajaran berdiferensiasi yang mengakui keunikan setiap siswa. 

Guru diberikan keleluasaan lebih dalam mengembangkan kurikulum dan metode ajar yang sesuai. Selain itu, Capaian Pembelajaran (CP) per fase memungkinkan siswa belajar sesuai kecepatan perkembangannya, didukung oleh penilaian holistik yang berfokus pada proses dan perkembangan kompetensi.

Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan kreativitas dan kemandirian, serta membekali siswa dengan keterampilan abad ke-21 yang relevan. Meskipun menjanjikan banyak keunggulan, implementasinya menghadapi tantangan seperti kesiapan guru, ketersediaan sarana prasarana, serta dukungan dari orang tua dan komunitas. 

Kurikulum Merdeka bersifat opsional, namun menunjukkan tren adopsi yang terus meningkat, menjadi langkah penting dalam menyempurnakan sistem pendidikan nasional.

Kesimpulan

Sejak Indonesia merdeka, dunia pendidikan kita nggak pernah berhenti berbenah. Dari Kurikulum 1947 yang fokus bentuk karakter dan jiwa nasionalis, lanjut ke 1952 yang mulai ngilangin sisa-sisa kolonial dan fokus di satu mata pelajaran, terus ada 1964 dengan konsep Pancawardhana yang pengen bikin siswa lebih praktis, sampai 1968 yang ngebentuk manusia Pancasilais sejati.

Nah, perjalanan terus berlanjut ke Kurikulum 1975 yang niatnya bikin belajar efektif efisien tapi malah bikin guru pusing, akhirnya disempurnakan jadi Kurikulum 1984 yang populer dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) meski nggak semua sekolah siap. Terus muncul Kurikulum 1994 yang padat banget kayak koper mau mudik, sempat ditambal sulam sama Suplemen 1999. 

Akhirnya, kita kenal Kurikulum 2004 (KBK) yang mulai fokus ke kompetensi dan nggak cuma guru jadi sumber belajar. Terus di tahun 2006 ada KTSP yang bikin sekolah punya wewenang lebih buat nyusun kurikulumnya sendiri. Dan puncaknya, setelah Kurikulum 2013 yang balik lagi ke kompetensi tapi lebih komprehensif, sekarang ada Kurikulum Merdeka yang berusaha bikin belajar lebih santai, mendalam, dan ngembangin karakter sesuai Profil Pelajar Pancasila. Intinya, semua kurikulum ini punya satu tujuan: bikin pendidikan di Indonesia makin maju dan cocok sama zamannya.

Kurikulum Berbasis Cinta, Sebuah Solusi atau Hanya Wacana Pembaruan Pemenuhan Program Saja?

Belakangan ini, Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia disebut-sebut sedang menggodok konsep Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), sebuah gagasan revolusioner yang bertujuan membawa nuansa baru dalam dunia pendidikan agama. Jika kurikulum sebelumnya banyak berfokus pada kompetensi, hasil belajar, atau bahkan hanya transfer materi, KBC ini konon ingin menekankan pada penanaman nilai-nilai kasih sayang, empati, dan spiritualitas dalam setiap aspek pembelajaran.

Idenya sederhana namun mendalam: pendidikan tidak hanya soal mengisi otak, tapi juga mengisi hati. Dengan landasan cinta, diharapkan proses belajar mengajar tidak lagi terasa sebagai beban, melainkan sebagai sebuah perjalanan penuh makna. Ini bisa berarti guru mengajar dengan sepenuh hati, siswa belajar dengan gembira karena merasa dicintai dan dihargai, serta materi pelajaran disampaikan dengan cara yang menginspirasi rasa kasih kepada sesama, lingkungan, dan Tuhan. KBC digadang-gadang akan menjadi cara untuk membentuk pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga kaya akan kecerdasan emosional dan spiritual, yang sangat dibutuhkan di tengah kompleksitas zaman sekarang.

Pernahkah terbayang jika materi pelajaran di sekolah kita diajarkan dengan landasan cinta? Bisakah pendekatan ini benar-benar membentuk karakter dan kecerdasan anak didik secara lebih utuh, jauh melampaui sekadar hafalan dan angka?


Oleh: Masykur Abdul

Referensi:

Hamalik, Oemar. Model-Model Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PPs Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2004.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Desan Induk Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013).
 
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Draft Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013)
Laman Website Kementrian Agama Islam Indonesia,kurikulum berbasis cintaa
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak