BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Video Monolog Wapres Gibran: Upaya Branding di Tengah Kritik dan Tantangan Bonus Demografi

Gibran
Ilustrasi: bloombergtechnoz
Pena Laut -
Media sosial kembali diramaikan fenomena oleh Wakil Presiden (Wapres) RI—Gibran Rakabuming Raka—yang mengunggah konten monolog edukatif berjudul "Generasi Muda, Bonus Demografi, dan Masa Depan Indonesia" di kanal YouTube-nya. Namun, yang mengejutkan adalah konten tersebut justru banjir dislike. Dilansir dari kaltimpost.jawapos.com (2025) hingga 25 April 2025 video monolog Gibran berjudul "Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia" telah ditonton lebih dari 1,1 juta kali dan mendapatkan sekitar 147.000 dislike, dengan jumlah like sekitar 108.000. Presentase dislike mencapai sekitar 58% dari total respons like dan dislike ini. Dislike menunjukkan ketidaksukaan publik, yang menimbulkan pertanyaan: mengapa banyak yang tidak suka, padahal topik yang diangkat seharusnya mencerahkan?

Sedikit penjelasan tentang bonus demografi: fenomena ini terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif (anak muda) lebih banyak dibanding non-produktif (lansia). Disebut bonus karena tidak semua negara mengalami kondisi ini, sehingga menjadi peluang besar bagi pembangunan negara.

Kembali ke konteks, video Gibran tampak sebagai upaya branding bahwa ia sebagai Wapres, memahami persoalan publik, berbeda dari citra yang selama ini beredar bahwa ia hanya aktif di kegiatan blusukan dan bagi-bagi kebutuhan konsumtif. Namun, ada dugaan bahwa video ini juga terkait dengan tekanan dari sejumlah purnawirawan TNI yang mendesak agar Gibran dicopot dari jabatannya karena dianggap inkonstitusional.

Publik sebenarnya sudah memahami kapasitas Gibran sebagai Wapres. Jika konsep dasar bonus demografi belum dipahami, maka wajar jika muncul cercaan dan kritik dari berbagai pihak. Konsep bonus demografi tidak berdiri sendiri tanpa perbandingan dengan negara tetangga. Apalagi, dilansir dari kaltimpost.jawapos.com (2025) sekitar 68% penduduk Indonesia hanya bersekolah hingga kelas 7 SMP atau belum lulus SMP. Ini menunjukkan tingkat pendidikan dasar yang belum tuntas bagi mayoritas penduduk. Kondisi ini mengkhawatirkan jika tidak diperbaiki menjelang puncak bonus demografi pada 2030-2045, karena kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat menentukan daya saing bangsa.

Meski bonus demografi menjadi peluang besar, kesiapan SDM menjadi kunci. Jika tidak dipersiapkan dari sekarang, bonus demografi hanya akan menjadi jargon kosong. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah, bukan sekadar retorika.

Dari sisi komunikasi, video monolog Gibran menunjukkan bahwa ia tampak gugup dan lebih fokus membaca teks di layar daripada menyampaikan ide secara natural. Ini menandakan konsep bonus demografi belum benar-benar mengendap dalam pikirannya. Sebagai Wapres, konsep tersebut seharusnya sudah matang dan bisa disampaikan tanpa tergantung teks.

Terlihat pula upaya pencitraan berlebihan dari Gibran, yang selama ini dikenal dengan aktivitas konsumtif seperti bagi-bagi skincare dan hadir di lokasi bencana. Kini, ia mencoba menaikkan citranya dengan berbicara soal ide dan konsep, meski hasilnya kurang meyakinkan. Dugaan lain, ini bagian dari persiapan Gibran untuk maju sebagai calon presiden 2029, dengan harapan memimpin Indonesia di tahun 2045.

Jadi, sekali lagi, netizen berhak mengkritik dan menguji kapasitas pemerintah terutama Wakil Presiden—Gibran Rakabuming Raka, apalagi di tengah isu kejujuran akademis Presiden Jokowi yang juga tengah menjadi sorotan. Kritik ini bukan delik, melainkan bagian dari kontrol publik terhadap representasi kekuasaan.


Oleh: Fawaid Abdullah Abbas
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak