Sebanyak 27 warga di tangkap termasuk pemangku adat, saat menggelar aksi damai menuntut penghentian aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PT. Position di wilayah adat masyarakat Maba Sangaji. Penangkapan itu bermula saat warga menggelar aksi damai sejak Jum'at 16 Mei. Namun karena mendapat tindakan represif dari aparat kepolisian, dan juga TNI yang menghalangi mereka untuk masuk ke wilayah area tambang, akhirnya masyarakat adat Maba Sangaji memberikan penolakan secara adat dengan menancapkan bendera adat dan melakukan sumpah adat. Tak hanya itu, masyarakat penolak tambang juga bertahan di tempat aksi, hingga pada 17 Mei sebanyak 27 orang ditahan di Polsek Weselei Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, 11 diantaranya dijadikan tersangka oleh Polda Maluku Utara dengan tuduhan melakukan aksi premanisme yang menggangu masyarakat dan investasi.¹
Kasus penolakan tambang oleh masyarakat adat Maba Sangaji di Halmahera Timur adalah salah satu contoh dari sekian banyaknya konflik agraria di negeri ini. Dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), pada tahun 2024 saja sebanyak 241 konflik telah merampas seluas 638.188 hektar tanah pertanian, wilayah adat, dan pemukiman dari 135.608 KK.²
Konflik agraria banyak berasal dari sektor pertambangan. Data KPA, sepanjang 2023, tambang menyebabkan 32 letusan konflik agraria di 127.525 hektar lahan dengan 48.622 keluarga dari 57 desa terdampak tambang.³ Konflik agraria sektor pertambangan diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2025 ini mengingat pemerintah berniat untuk membagikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan yang menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
Transisi Energi Di Indonesia: Antara Wacana dan Realita
Pada 2021, negara-negara dunia di Forum COP26 Glasgow sepakat untuk melakukan transisi energi dengan menghentikan konsumsi batu bara secara bertahap: penghapusan pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2030-an bagi negara-negara maju, dan pada 2040-an bagi negara-negara miskin, serta perjanjian mengakhiri semua investasi pada proyek baru pembangkit listrik tenaga batu bara. Pemimpin negara-negara Dunia Utara menjanjikan bantuan keuangan kepada negara-negara berkembang. Kucuran dana 500 juta dollar AS akan mengalir hingga 2025 (dan tahun-tahun mendatang, dan masih banyak lagi pendanaan lainnya) atas nama dana iklim, atas nama mitigasi menahan kenaikan suhu bumi di angka 1.5 derajat celcius.⁴Pada saat bersamaan, negara-negara dunia juga sepakat untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan dengan skala besar dan dengan jumlah sepadan mengganti penghapusan bahan bakar fosil. Mereka yakin energi terbarukan dapat menjadi solusi menahan dampak gejolak energi global, menawarkan potensi yang besar dalam menyeimbangkan pasar energi, dan membentuk diversifikasi ekonomi yang lebih baik. Skenario lain menyertai kesepakatan-kesepakatan tersebut: perdagangan karbon, penangkapan karbon, efisiensi keuangan, intensifikasi pelibatan swasta, perbaikan aturan pasar dan tata kelola kelembagaan. Berbagai skenario ini adalah langkah besar untuk menyongsong pembangunan berkelanjutan dengan energi bersih, dan untuk menutup masa lalu tidak terbarukan ke masa depan terbarukan.⁵
Dalam paparan di atas, Indonesia adalah peserta aktif. Keikutsertaan menyepakati keterangan tersebut mewajibkan Indonesia menghapus batu bara dan membangun infrastruktur energi terbarukan untuk menuju ekonomi rendah karbon. Terang saja alasannya. Indonesia sangat bergantung pada fosil. Pada 2022, fosil mendominasi pasokan energi primer nasional hingga 87 persen (batu bara 42 persen, minyak 31 persen dan gas 14 persen). Tahun-tahun berikutnya tidak pernah turun dari angka 80 persen. Di sektor ketenagalistrikan saja batu bara mengisi hingga separuh total kapasitas nasional, diikuti gas sekitar 25 persen. Bila digabung, total fosil adalah 85 persen.⁶ Maka diketahui, dari data tersebut, Indonesia menduduki peringkat 10 pengguna fosil tertinggi di dunia pada 2023.⁶
Maka apabila kita meluangkan waktu untuk membaca pemberitaan yang muncul pada berbagai sosial media beberapa waktu belakangan ini, sungguh kontras apa yang diwacanakan pemerintah tentang transisi energi. Seiring dengan pemberitaan tentang penolakan warga terhadap pertambangan di berbagai daerah seperti di Halmahera Timur, Pandarincang, Banyuwangi, dan berbagai daerah lainnya yang berujung dengan kriminalisasi.
Seperti yang dipaparkan oleh Be'n Habib, bahwa wacana transisi energi di Indonesia hanyalah sebuah solusi palsu. Hasrat terhadap energi terbarukan adalah hasrat terhadap apa-apa yang disediakan oleh bahan bakar fosil, yakni perangkat politik untuk menciptakan kondisi sosial yang memperbesar kapital. Alih-alih menumbangkan bahan bakar fosil, kekuatan ekonomi-politik lama berhimpun dalam persekutuan untuk diam-diam tidak pernah mengusir hantu ini, tetapi mempertahankannya. Yang terjadi kemudian hanyalah memoles regulasi pasar dan mendandani narasi tentang energi terbarukan biar terlihat menjanjikan di masa depan dan kita perlu berbondong-bondong ke sana.⁷
Penutup
Pada dasarnya, pertambangan di Indonesia justru menjadi pemicu konflik agraria yang terus berlanjut dan tak berkesudahan. Selain pada sektor petambangan, juga terdapat dalam sektor pertanian, perkebunan, dan properti. Kasus seperti Tumpang Pitu, Rempang, Pandarincang, Pundenrejo, Maba Sangaji, dan masih banyak lagi daerah lainnya yang terkena dampak dari sektor pertambangan ini. Ironisnya warga yang berusaha untuk membela diri dan mempertahankan ruang hidupnya kerap dikriminalisasi oleh aparat Polri dan TNI yang menjadi beking dari perusahaan-perusahaan tersebut.Oleh: Hasan Basri
Sumber:
1). https://www.teras.id/read/633028/bentrokan-tambang-di-maba-sangaji-polisi-sebut-premanisme-warga-klaim-pertahankan-hutan-adat?utm_source=Facebook&utm_medium=dlvr.it
2). https://www.kpa.or.id/2024/02/27/konflik-agraria-di-indonesia-tertinggi-dari-enam-negara-asia/
3). https://www.mongabay.co.id/2024/05/25/bagi-bagi-izin-tambang-buat-ormas-rawan-konflik-agraria/
4). BBC, “Perubahan iklim: Mengapa KTT Iklim sepakat ‘menghentikan bertahap’ batu bara dan ‘tidak menghapusnya’?” 4 November 2021
5). Be'n Habib. 2025. _Energi: Kepengaturan Politik Ekstraktif._ Bogor: Sajogyo Institute. Hal.5
6. Ibid, hal.17
7. Ibid, hal. 3
Sumber:
1). https://www.teras.id/read/633028/bentrokan-tambang-di-maba-sangaji-polisi-sebut-premanisme-warga-klaim-pertahankan-hutan-adat?utm_source=Facebook&utm_medium=dlvr.it
2). https://www.kpa.or.id/2024/02/27/konflik-agraria-di-indonesia-tertinggi-dari-enam-negara-asia/
3). https://www.mongabay.co.id/2024/05/25/bagi-bagi-izin-tambang-buat-ormas-rawan-konflik-agraria/
4). BBC, “Perubahan iklim: Mengapa KTT Iklim sepakat ‘menghentikan bertahap’ batu bara dan ‘tidak menghapusnya’?” 4 November 2021
5). Be'n Habib. 2025. _Energi: Kepengaturan Politik Ekstraktif._ Bogor: Sajogyo Institute. Hal.5
6. Ibid, hal.17
7. Ibid, hal. 3
Posting Komentar