Penalaut.com - Jakrta, 26 Agustus 2025 – Aksi unjuk rasa di Gedung Dewan Perwakilan Raktar Republik Indonesia (DPR RI) pada Senin (25/8/2025) berakhir ricuh dengan penangkapan massal yang menyasar pelajar dan mahasiswa. Sebanyak 98 siswa ditahan oleh aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut.
Sehari setelahnya, pada Selasa (26/8/2025), puluhan orang tua dan wali mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Mereka kebingungan memastikan keberadaan anak-anaknya yang ditahan usai aksi. Situasi di halaman Ditreskrimum sempat kacau karena para orang tua berebut surat keterangan dan informasi resmi dari pihak kepolisian.
Polda Metro Jaya dinilai tidak transparan karena belum mengumumkan data lengkap nama-nama pelajar yang ditahan. Kondisi ini menambah kepanikan keluarga, apalagi surat pernyataan yang diberikan polisi dikhawatirkan dapat memberatkan pelajar di kemudian hari karena berpotensi dijadikan alat pengakuan.
Dalam situasi tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) K-SARBUMUSI turun langsung memberikan advokasi. Tim pendamping membagi tugas untuk:
Mengakomodir dan mendata orang tua/wali yang ingin memastikan status anaknya.
Melakukan pendampingan hukum dan memastikan hak-hak para pelajar yang ditahan terpenuhi.
-
Menuntut transparansi pendataan dari pihak kepolisian.
-
Mengadvokasi agar surat pernyataan yang diberikan tidak merugikan masa depan anak.
Lebih jauh, tim LBH K-SARBUMUSI juga menjemput dan mendampingi sejumlah pelajar yang tidak memiliki perwakilan keluarga. Dengan Surat Tugas resmi dari DPP K-SARBUMUSI yang ditandatangani Direktur LBH, Dr. Muhtar Said, S.H., M.H., tim advokasi memastikan para pelajar tersebut mendapatkan perlindungan hukum.
“Saat kami wawancara dengan keluarga korban, tim kami juga secara khusus menjemput dan mendampingi empat anak-anak yang tidak didampingi keluarganya,” tegas Brama Aryana, S.H., didampingi Edwar Tanjung, S.H., Iswan Ahmad, S.H., dan Alfan Rizky.
LBH K-SARBUMUSI menilai, pelayanan yang diberikan kepolisian masih berantakan dan justru menimbulkan beban psikologis baru bagi keluarga. “Langkah ini bukan hanya soal pembebasan, tetapi memastikan hak-hak pelajar terpenuhi dan proses hukum berjalan transparan. Kami tidak ingin ada satu pun korban tanpa pendampingan hukum,” tegas perwakilan LBH. (Zak)
Posting Komentar