PBB semula adalah instrumen fiskal yang bertujuan adil dan proporsional, mengajak masyarakat berkontribusi untuk pembangunan. Namun, di Banyuwangi, kebijakan kenaikan PBB nyatanya telah bertransformasi menjadi mekanisme pemerasan legal, yang berpura-pura berwajah keadilan. Dengan kenaikan signifikan nilai jual objek pajak (NJOP), tanah yang sebelumnya dihargai standar kini mendadak menjadi 'emas' yang mengancam kantong warga biasa.
Keadilan Pajak atau Sandiwara?
Jika pemerintah daerah mengklaim PBB sebagai pajak yang adil, berdasarkan nilai properti, maka kita wajib bertanya: "Siapa yang menetapkan nilai properti tersebut?" Bukan masyarakat. Bukan pula pasar. Melainkan birokrasi yang kerap kali jauh dari transparansi dan akuntabilitas. Sementara itu, masyarakat kecil yang memiliki rumah dan tanah sederhana harus membayar pajak berkali-kali lipat tanpa pengimbangan layanan publik yang nyata. Jalan-jalan desa masih berlubang, fasilitas kesehatan minim, dan sekolah kekurangan sarana. Apakah kenaikan PBB ini memang untuk pembangunan? Atau justru untuk menambal kebocoran kas daerah akibat manajemen yang buruk?Beban Berat di Pundak Rakyat Kecil
Bagi warga berpenghasilan pas-pasan, kenaikan PBB berarti beban tambahan yang harus dipikul di tengah ekonomi yang tidak menentu. Bila sebelumnya mereka membayar 0,1% dari nilai tanah, kenaikan tarif menjadi 0,3% bisa membuat mereka terancam kehilangan rumah karena tak mampu membayar pajak yang membengkak. Negara yang idealnya menjadi pelindung rakyat justru menjadi penjagal yang memeras mereka lewat mekanisme yang sah secara hukum, namun brutal dalam praktiknya. Apakah ini keadilan yang didengungkan?Peran Pemerintah Daerah: Melayani atau Memeras?
Harus diakui, pemerintah daerah memang perlu sumber pendapatan yang memadai. Namun, apakah cara menaikkan PBB dengan lonjakan tajam tanpa sosialisasi dan perlindungan bagi masyarakat rentan adalah solusi yang bijak?Pemerintah seharusnya lebih dulu menertibkan para pengemplang pajak besar dan pemilik tanah kosong yang tidak produktif. Harusnya ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak, agar masyarakat kecil tidak menjadi korban tunggal kebijakan yang timpang. Jalan Menuju Keadilan Fiskal Reformasi PBB harus berangkat dari prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama. Ini termasuk: Peninjauan ulang nilai NJOP secara transparan Tarif progresif yang benar-benar meringankan masyarakat bawah Perlindungan dan keringanan bagi wajib pajak yang kurang mampu Pengawasan ketat terhadap implementasi dan penggunaan dana pajak.
Kesimpulan
Pajak adalah kewajiban, namun harus dibarengi dengan keadilan. Kenaikan PBB yang membebani rakyat kecil tanpa imbal balik pelayanan publik yang memadai adalah bentuk pemerasan terselubung yang harus dihentikan. Jika pemerintah daerah ingin mendapatkan kepercayaan rakyat, maka bukan dengan menaikkan pajak sembarangan, melainkan dengan membangun komunikasi terbuka dan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Karena pada akhirnya, rumah kita bukan hanya soal bangunan dan tanah, tapi juga tempat kita bertahan hidup dan bermimpi.Oleh: Dwi Afif Adam
Posting Komentar