BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Recent

Bookmark

Cinta tak Cukup Hanya Sayang-sayangan: Ngobrol Santai Soal Segitiga Strenberg

Penalaut.com -
Semasa awal kuliah dulu, saya terhitung masuk fase dewasa awal kalo dalam tahapan proses perkembangam psikologi. Dosen matakuliah psikologi perkembangan memberikan sedikit intermezo di awal perkuliahan dengan menjelaskan teori segitiga cinta ala Sternberg. Hal ini, membuat mahasiswa satu kelas langsung diam focus memperhatikan, di rasa topiknya seru dan kekinian.

Selanjutnya setelah beliau menjelaskan saya bisa menangkap dan menjelaskan bahwa, kalau dengar kata “cinta”, seseorang seringkali langsung mikir soal bunga, senyum-senyum sendiri, atau jalan berdua di atas motor sambil boncengan pake jaket couple, nonton bareng, dll. Padahal, cinta itu lebih dari sekadar deg-degan pas dibales chat. Cinta itu bukan cuma perkara "kita cocok", tapi soal isi, arah, dan niat.

Ada satu teori dari ahli psikologi namanya Robert Sternberg yang dijelaskan oleh dosen saya dulu, beliau nggak terkenal kayak artis sinetron, tapi teorinya soal cinta cukup masuk akal dan related. Beliau menyampaikan, cinta itu ibarat bentuk segitiga. Bukan segitiga yang bikin salah paham kayak di sinetron, tapi segitiga sehat, yang terdiri dari aspek keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment).


Tiga unsur ini kayak tiga sisi penting. Kalau satu sisi nggak ada, ya cinta jadi pincang. Rasanya kayak sayur tanpa garam, tetap bisa dimakan, tapi hambar dan bikin males dilanjut.

Mari kita coba bedah satu-satu. Sambil ngopi, anggap aja ini ngobrol di warung kopi deket kampus.

Pertama, Keintiman

Keintiman itu bukan soal peluk-pelukan, apalagi gandengan tangan di taman. Tapi soal kedekatan hati. Ngerasa cocok, bisa cerita hal-hal pribadi tanpa takut dihakimi. Bisa duduk bareng, ngobrol panjang soal mimpi, keluarga, bahkan hal-hal receh kayak tukang cilok yang pindah tempat jualan, kalo dawuhe Gus Baha seperti mula’abah artinya rileks tidak membahas yg berat-berat.

Pasangan yang punya keintiman biasanya nggak takut terbuka. Mereka ngerti satu sama lain tanpa harus banyak kode-kodean. Bisa paham bahasa diam, dan tahu kapan harus mendengarkan. Pokoknya nyaman. Tapi ya itu tadi, kalau cuma nyaman tanpa gairah dan komitmen, biasanya cuma berhenti di level temen deket. Temen rasa pacar, tapi nggak pacar-pacar juga. Lama-lama malah bingung sendiri. Mau lanjut takut ditolak, mundur sayang.

Sternberg nyebut cinta model begini sebagai liking, cinta yang hangat tapi belum tentu nendang. Cocok buat temenan, tapi belum tentu kuat buat hubungan jangka panjang.

Kedua, Gairah

Gairah ini sisi cinta yang bikin dada berdebar. Pasangan yang punya gairah biasanya saling tertarik secara fisik maupun emosional. Tiap hari kepikiran, tiap buka WA berharap ada kabar, tiap lihat senyum langsung pengin ngajak ngobrol. Ini yang sering terjadi pada remaja, mencari pasangan yang good loking saja, tidak memperhatikan good attitude maupun good rekening.

Tapi hati-hati. Gairah itu kayak api. Kalau nggak dijaga, bisa kebakar. Kalau cuma terbakar tapi nggak ada arah, bisa habis sia-sia. Banyak orang jatuh cinta karena gairah di awal, tapi pas udah jalan beberapa bulan mulai bingung, “Lho, kok aku ngerasa datar ya sekarang?”

Ini yang Sternberg sebut sebagai infatuation, atau cinta yang meledak-ledak tapi cepat reda. Cinta model begini seringkali bikin pasangan nekat nikah muda tanpa mikir panjang. Tapi pas udah bareng, baru sadar bahwa cinta itu nggak cukup cuma deg-degan doang. Harus ada arah, harus ada dasar.

Ketiga, Komitmen

Komitmen itu bukan cuma janji manis atau status di media sosial. Tapi pilihan sadar untuk bertahan, meski kadang capek. Pasangan yang punya komitmen biasanya udah ngobrol soal masa depan. Nggak sekadar jalan bareng dan ngopi tiap sore di café viral rekomendasi influencer TikTok, tapi juga mikir mau ke mana hubungan ini nanti.

Komitmen ini semacam fondasi. Nggak kelihatan, tapi menopang semuanya. Kalau ada masalah, nggak langsung kabur. Kalau lagi bosan, nggak langsung cari pelarian. Komitmen itu bentuk tanggung jawab hati. Meski lagi nggak berbunga-bunga, tapi tetap milih untuk tinggal dan memperbaiki.

Tapi kalau cuma komitmen tanpa keintiman dan gairah, ya cintanya jadi kosong. Seperti rumah besar tapi nggak ada penghuninya. Sternberg menyebutnya empty love. Dan sayangnya, banyak pasangan terutama yang sudah lama bersama, justru jatuh di titik ini. Masih bareng, tapi rasanya udah hambar.

Berikut rumus yang menggabungkan kombinasi dua aspek saja dari teori segitiga cinta.

Nah, kombinasi dari ketiga unsur tadi melahirkan berbagai jenis cinta. Misalnya:

  • Cinta Romantis: keintiman + gairah. Cocok buat FTV. Tapi kalau gak segera diseriusin, bisa selesai dengan kalimat: “Maaf, kita beda tujuan”.
  • Cinta Persahabatan: keintiman + komitmen. Cinta suami-istri yang sudah tua, gak ada bunga-bunganya lagi, tapi saling menjaga satu sama lain.
  • Cinta Buta: gairah + komitmen. Yang buru-buru nikah karena cinta kilat, padahal belum kenal karakter masing-masing. Biasanya rawan bubar di tengah jalan.
  • Dan yang paling sempurna menurut Sternberg: Consummate love. Ketiganya ada intim, bergairah, dan punya komitmen jangka panjang. Ini cinta ideal. Tapi tentu saja, tidak mudah dan butuh usaha dua arah.

Kadang ada masanya keintiman turun, atau gairah menurun. Tapi kalau komitmennya kuat, pasangan bisa saling mengingatkan, saling memperbaiki. Sebaliknya, kalau cuma modal rasa, tapi nggak ada niat untuk bertahan, ya hubungan bakal loyo di tengah jalan.

Jadi, kalau sedang jalanin hubungan, coba tengok segitiga cintamu: apakah semua sisi tumbuh bersama? Atau malah cuma satu yang dominan?

Banyak orang bilang cinta itu urusan hati. Tapi lupa, hati itu mudah berubah. Makanya cinta perlu dilengkapi dengan pemahaman, tanggung jawab, dan kesadaran.

Cinta bukan soal siapa yang paling romantis, tapi siapa yang tetap bertahan meski suasana hati nggak selalu bagus. Kadang cinta bukan soal bikin jantung berdebar, tapi bikin hati merasa aman. Kadang juga cinta bukan tentang siapa yang paling seru diajak ngobrol, tapi siapa yang tetap mau diam di sampingmu, meski hari lagi berat.

Kalau sekarang masih dalam tahap ngebangun cinta, jangan buru-buru. Segitiga cinta itu nggak harus sempurna dari awal. Tapi kalau kamu dan dia sama-sama niat, segitiga itu bisa tumbuh, makin kuat, dan bertahan sampai tua. Karena pada akhirnya, cinta yang baik bukan yang bikin senyum doang. Tapi yang bikin tenang.


Oleh: Miftahul Huda
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak