Seperti kata Mikhail Bakunin, dalam The Paris Commune and the Idea of the State (1871):
“Negara itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan yang mahaluas, di mana semua aspirasi riil, semua kekuatan hidup sebuah negeri, masuk secara sukarela di bawah bayang-bayang abstraksi tersebut, untuk membiarkan diri mereka dibunuh dan dikubur.”
Bulan September berulang kali menghadirkan tragedi kemanusiaan yang mencoreng nama bangsa. Mulai dari pembunuhan massal pasca G30S 1965, penembakan Tanjung Priok 1984, tragedi Semanggi II 1999, hingga pembunuhan Munir pada 2004.
Semuanya menambah panjang daftar tragedi September Hitam. Tragedi tersebut tidak hanya meninggalkan luka, tetapi juga menghadirkan duka mendalam bagi para keluarga yang ditinggalkan. Hingga kini, banyak korban September Hitam yang belum mendapatkan keadilan.
Meski rakyat terus bersuara, negara seolah menutup mata, kasus-kasus besar itu tetap mangkrak. Keadilan tidak pernah benar-benar hadir. Justru, dari tahun ke tahun, kasus baru terus bermunculan. Hal ini membuat sebagian kalangan menilai bahwa Indonesia kian tenggelam dalam gelap, menjadi negara gagal karena tak mampu melindungi warganya.
Di tengah situasi itu, lahirlah berbagai gerakan moral. Salah satunya adalah aksi September Hitam yang selalu digaungkan oleh masyarakat sipil dan aktivis HAM. Melalui aksi damai, orasi, dan simbol-simbol perlawanan, mereka menolak lupa serta mendesak negara untuk bertanggung jawab.
Gerakan ini juga menjadi sarana untuk merawat ingatan kolektif bangsa, agar tragedi kemanusiaan tidak terhapus oleh waktu dan manipulasi sejarah. September Hitam adalah sebuah pelajaran penting bahwa keadilan tidak boleh diabaikan.
Ingatan tentang tragedi September Hitam harus terus dijaga sebagai bentuk perlawanan terhadap impunitas. Dengan cara ini, generasi muda dapat belajar bahwa demokrasi dan kemanusiaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang.
Tragedi September Hitam dari Masa ke Masa
Berikut adalah daftar tragedi September Hitam yang pernah terjadi di Indonesia dan harus selalu diingat sebagai pelajaran berharga dalam perjuangan kemanusiaan:
- Tragedi G30S 1965/66
Pembunuhan massal terhadap orang-orang yang dituduh PKI, dengan korban ratusan ribu jiwa. - Peristiwa Tanjung Priok 1984
Penembakan terhadap massa yang berdemo di Tanjung Priok, Jakarta Utara, menewaskan puluhan orang. - Tragedi Semanggi II 1999
Aksi mahasiswa menolak UU PKB pada 23–24 September 1999, menewaskan 11 orang dan melukai ratusan lainnya. - Pembunuhan Munir Said Thalib 2004
Aktivis HAM Munir diracun arsenik pada 7 September 2004 dalam penerbangan menuju Belanda. - Pembunuhan Salim Kancil 2015
Aktivis lingkungan asal Lumajang, Jawa Timur, dibunuh secara brutal pada 26 September 2015 karena menolak tambang pasir ilegal. - Aksi Reformasi Dikorupsi 2019
Gelombang demonstrasi mahasiswa 23–30 September 2019, menolak UU kontroversial, menelan 5 korban jiwa dan ratusan luka-luka. - Pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani 2020
Tokoh gereja di Intan Jaya, Papua, ditembak pada 19 September 2020. - Aksi Reset Indonesia 2025
Demonstrasi sejak akhir Agustus hingga awal September 2025 menolak kebijakan DPR, menyebabkan 10 korban jiwa, ribuan luka-luka, dan ribuan orang ditangkap.
Menolak Lupa
Serangkaian tragedi September Hitam ini mengingatkan kita bahwa keadilan belum sepenuhnya ditegakkan. Dengan terus menyuarakan menolak lupa, masyarakat berusaha merawat ingatan agar tragedi kemanusiaan tidak kembali terulang.
Untuk menggali lebih dalam detail peristiwa, analisis, serta refleksi perjuangan, Anda dapat membaca Ebook September Hitam PDF yang ditulis oleh Dendy Wahyu Anugrah yang memuat uraian lengkap tentang rentetan tragedi kemanusiaan di bulan September dari masa ke masa.
Posting Komentar